A Hero: Apakah Kita Butuh Pahlawan?

Rakhmad Permana
4 min readFeb 9, 2022

--

Apakah kita membutuhkan pahlawan? Pertanyaan seperti ini kerap muncul saat suatu negara sedang dilanda krisis. Pertanyaan serupa juga sempat muncul saat virus Corona baru saja membuat negeri ini lumpuh di bulan Maret 2020. Lockdown membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan mereka yang terjangkit virus terpaksa harus melakukan isolasi mandiri.

Ketika Corona membuat orang kehilangan harapan, selalu ada cerita tentang orang-orang yang menolong tanpa diminta. Misalnya, cerita tentang seorang satpam yang setiap hari membelikan makanan untuk orang yang tidur di stasiun KRL karena tak bisa membayar sewa kosnya. Cerita itu saya temukan di blog Zen RS. Dan menurut Zen, “Agaknya kita memang tak perlu mengharapkan kepahlawanan karena pahlawan bertindak agung seringnya hanya sekali. Yang kita butuhkan di masa pandemi adalah kebaikan yang bisa dilakukan berkali-kali, setiap hari, oleh semua orang… seperti satpam itu, seperti kebanyakan kita semua.”

Dan saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan Zen RS.

Lantas, apakah mungkin Asghar Fahardi ingin menyorongkan perenungan yang sama kepada kita lewat film teranyarnya, A Hero (2021)?

A Hero adalah film tentang bagaimana sebuah masyarakat menciptakan imaji tentang kepahlawanan. Seperti pahlawan kejujuran yang (seolah) dibutuhkan oleh negara yang korup. Barangkali untuk itulah Asghar menghadirkan sosok Rahim dalam film ini.

Poster A Hero (2021). Sumber: IMDB

Rahim adalah seorang narapidana. Ia dipenjara karena tidak bisa membayar utangnya kepada mantan kakak iparnya, Bahram. Masalah ini bermula ketika Rahim dipinjami uang oleh Bahram untuk modal usaha. Sialnya, Rahim malah ditipu oleh rekan bisnisnya. Bahram tak peduli, ia merasa dirinya dirugikan.

Merasa tak bersalah, Rahim ingin berusaha agar bebas dari penjara. Apalagi, usai bercerai dengan istrinya, Rahim ingin menikahi kekasihnya yang bernama Farkhondeh. Gayung pun bersambut. Farkhondeh menemukan koin-koin emas dalam sebuah tas dan ia berniat menjualnya untuk menebus utang Rahim agar bisa bebas. Rahim juga mengajukan cuti dari lapas selama dua hari untuk bernegoisasi dengan Bahram agar bisa benar-benar bebas.

Namun, semuanya tak berjalan mulus. Nilai emas temuan itu tak sebanding dengan jumlah utang Rahim. Karena itu Rahim justru lebih memilih mengembalikan emas temuannya. Dia pun membuat pengumuman. Tak berselang lama, koin-koin emas yang ditemukan kekasihnya itu kembali ke pemiliknya (?). Dalam waktu singkat, Rahim menjadi sensasi di media. Ia juga langsung didekati oleh lembaga amal untuk dijadikan ‘bintang’. Rahim lahir dengan citra baru sebagai seorang pahlawan kejujuran karena mau mengembalikan koin emas walaupun sedang kesusahan.

Apakah Rahim memang begitu?

Isu Kelas dan Stigma Narapidana

Seperti film terdahulunya, A Separation (2011), Asghar kembali memasukkan soal isu kelas dalam karyanya ini. Rahim persis seperti tokoh pembantu rumah tangga di film A Separation yang sedang dilanda kesusahan. Keduanya sama-sama mendapat stigma karena posisi kelas sosialnya. Dan dalam A Hero, Rahim jelas akan dipandang sebagai seorang kriminal akut karena ia adalah narapidana.

Posisi inilah yang kemudian dipakai Bahram untuk terus-terusan memojokkan Rahim ketika mereka dipertemukan. Bahram juga sulit percaya bahwa mantan adik iparnya memang jujur. Karena baginya, Rahim hanya penipu yang membuat dirinya bangkrut. Bahkan ia dengan enteng meremehkan tindakan Rahim yang dipuji-puji sebagai teladan kejujuran. Bahram percaya, jika berada posisi yang sama dengan Rahim, ia juga akan mengembalikan emasnya.

Pandangan Bahram kepada Rahim yang kelewat buruk tentu saja bisa dimaklumi. Ya karena itu tadi, stigma dan posisi kelas Rahim.

Citra Palsu

Beberapa hal dalam film ini mungkin sudah pernah ia coba dalam film sebelumnya. Tetapi kali ini, Asghar mencoba mengangkat isu soal fenomena seseorang yang viral di media sosial. Ketika seseorang menjadi terkenal, ia tak hanya memanggul citra dirinya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Inilah yang dialami oleh Rahim. Setelah dikenal sebagai sosok pahlawan kejujuran karena pemberitaan media, keviralan citra serupa di media sosial jelas menjadi keniscayaan.

Dan apa yang viral di media sosial akan selalu mengandung konsekeunsi. Sebab, opini yang telanjur beredar dinamis di benak para warganet mustahil untuk dikontrol. Rahim harus berjibaku dengan citra keviralannya tersebut.

Sampai akhirnya, kebohongan-kebohongan kecilnya terkait temuan koin emas terbongkar. Emasnya ternyata ditemukan oleh kekasihnya. Orang-orang kemudian ragu akan kejujuran Rahim. Mereka otomatis berpikir bahwa semua ini hanya rekayasa demi keuntungan Rahim sendiri.

Konflik pun meruncing. Citra Rahim sebagai pahlawan kejujuran seketika buyar.

Kekasih Rahim, Farkhondeh. Sumber: IMDB

Sentilan untuk Negara Korup?

Meskipun dikenal karena kelihaiannya dalam menenun konflik yang memicu kegemasan dan pembangunan karakter yang kuat, Asghar juga kerap menyelipkan pesan atau kritik tajam tentang kondisi sosial di masyarakatnya. Saya kira, A Hero adalah salah satu filmnya yang sepertinya justru berangkat dari kritik sosial ini. Orang mungkin bertanya, apakah Asghar sedang menyindir negerinya dengan menampilkan karakter orang jujur menjadi pahlawan? Apakah Asghar dengan menggiring penonton untuk menakar ulang makna kejujuran?

Bisa jadi memang itu menjadi niat awalnya. Namun, bagi saya, film ini terasa relevan karena saya tinggal di negeri yang juga selalu terpesona dengan kejujuran. Kejujuran bukan lagi hal yang lazim di negeri ini. Ia bisa menjadi laku yang sangat heroik di tengah negeri yang makin amburadul karena masalah korupsi.

Maka dari itu, saya setuju dengan apa yang ditulis Zen. Mestinya kita tidak membutuhkan pahlawan. Karena pahlawan hanya muncul sekali. Yang kita butuhkan adalah tindakan kebaikan yang berkali-kali. Kejujuran yang tak hanya membuat kita terpesona, tetapi kejujuran yang menjadi sifat dasar setiap orang. Kejujuran mestinya menjadi sesuatu yang lazim, bukan keagungan seorang pahlawan yang hanya muncul sekali.

Film A Hero ini bisa Anda tonton di KlikFilm.

--

--

Rakhmad Permana

Lelaki yang percaya bahwa tidur adalah nikmat surga yang lain.