Bekal Makan Siang yang Tersesat
Apa jadinya, jika kamu berkenalan dengan orang asing lewat sebuah bekal makan siang yang tertukar? Atau lebih tepatnya, bekal makan siang yang tersesat. Bahkan, bukan hanya berkenalan, tetapi perkenalan ini bisa disebut sejenis perselingkuhan tipis-tipis.
Kira-kira itulah premis cerita dari film India berjudul Lunch Box (2013). Film ini dibintangi aktor India ternama, Irfan Khan yang wafat pada 29 April 2020 lalu.
Irfan berperan sebagai Saajan Fernandes, seorang akuntan yang sedang mendekati masa pensiunnya. Kesan pertama yang tampak pada persona Fernandes adalah lelaki pekerja keras yang terjebak dalam rutinitas pekerjaannya. Seperti tak ada yang menarik dalam hidupnya. Sepertinya, kebahagiaan baru saja tercerabut dalam hidupnya.
Benar saja, pria yang sudah tampak lelah dan tua itu memang telah lama kehilangan istrinya. Istrinya meninggal bertahun-tahun lalu. Hingga pada akhirnya tibalah ‘kecelakaan’ itu. Sebuah bekal makan siang datang di mejanya. Namun, itu bukan bekal yang biasanya ia terima setiap hari.
Dia membuka bekal itu, isinya Chapati (roti khas India) dan Paneer (saya tak begitu yakin soal nama masakan ini, tapi makanan ini seperti kari kental). Ketika Fernandes mencicipinya, lidahnya berdecak. Tak biasanya bekal makan siangnya seenak ini.
Usut punya usut, ternyata bekal makan siang itu memang bukan untuk Fernandes. Bekal makan siang itu hasil masakan Ila, yang secara khusus memasak untuk suaminya. Kurir salah mengirim bekalnya. Bekal yang salah kirim itu terungkap setelah suami Ila mengaku tak menerimanya.
Tapi, apakah Ila segera menegur si kurir? Oh tidak tentu saja. Alih-alih berhenti mengirim bekal, ternyata diam-diam Ila dan Fernandes justru saling berkirim surat lewat bekal makan siang itu. Mereka bercerita tentang banyak hal. Ila bercerita tentang kehidupan rumah tangganya yang mulai terasa hambar. Fernandez bercerita tentang masakan Ila yang kadang terasa pedas, tentang kereta api di India yang kian hari kian sesak dengan manusia.
Fernandez, yang biasanya hanya bisa larut dalam pekerjaannya, kini punya rutinitas baru: membuka bekal makan siang dari Ila dan membaca surat dalam secarik kertas yang diselipkan Ila dengan dada yang berdesir. Fernandez seperti menemukan cahaya hidupnya lagi, meskipun hanya secercah kecil saja.
Saya cukup menikmati jalan cerita film ini, meskipun mungkin bagi sebagian orang terasa datar. Saya juga suka melihat pemandangan India yang hiruk pikuk carut marut tapi indah itu, lewat perjalanan si lunchbox yang dikirimkan Ila.
Kendati demikian, penonton akan menemukan bagian akhir yang tanggung. Perselingkuhan tipis lewat bekal makanan jadi terkesan hanya selingan bagi kehidupan Fernandez yang kering. Jadi, apakah tak selamanya selingkuh itu indah? Barangkali, selingkuh bisa indah, hanya sesaat, diam-diam, tanpa pertemuan, hanya tersirat lewat cerita di secarik kertas. Perselingkuhan yang sunyi.