Mimi: Arti Menjadi Ibu dan Perdebatan ‘Childfree’
Sepekan terakhir ini perdebataan soal childfree benar-benar membuat linimasa di Twitter benar-benar menyesakkan. Saya tak tahu pasti dari mana pangkal perdebatan ini dimulai, apakah dari cuitan akun Salman ITB yang mengharamkan childfree atau kehebohan pengakuan Gita Savitri soal keputusan childfree.
Bagi saya, isu ini termasuk isu elitis dan minoritas, yang sebetulnya cuma jadi diskursus orang kelas menengah-atas. Jelas childfree bukan isu rakyat jelata. Boro-boro memasukkan childfree sebagai opsi, tawaran untuk mengikuti program KB saja terkadang masih teramat sukar bagi kebanyakan orang. Maka dari itu, gagasan soal keputusan tidak punya anak atau terbebas dari anak-anak ini hanya jadi petasan gaduh di Twitter atau Facebook.
Tapi omong-omong soal childfree, saya kebetulan menonton film bagus yang saya kira bisa menjadi kacamata untuk melihat isu ini dengan jernih. Ini film India yang tayang di Netflix, judulnya Mimi.
Mimi adalah penari yang ingin menjadi artis terkenal di Mumbai. Dia cantik dan tinggi. Sosok ideal dari perempuan India kebanyakan. Tapi jalannya untuk meraih kesuksesan di Mumbai tidak mudah. Ia perlu sebesar 10 lakh atau sekitar Rp 200 juta. Di tengah jalan, nantinya ia akan bertemu Bhanu, pria yang akan menawarinya harapan itu.
Bhanu berprofesi sebagai sopir. Dia bertemu dengan John dan Summer, pasangan suami istri yang sudah lama merindukan momongan. Kedua orang Amerika itu pergi ke India buat mencari ibu pengganti atau yang dikenal dengan istilah surogasi. Metode ini memungkinkan perempuan lain untuk hamil dengan benih yang dititipkan. Summer memutuskan untuk mempunyai anak lewat metode ini karena ia tidak bisa hamil.
Mereka berdua sudah mencari ibu pengganti ke banyak tempat di India, tetapi tak ada perempuan yang mereka pikir kuat agar kehamilannya sempurna. Mereka ingin mencari perempuan yang bisa membuat anak mereka terlahir dengan sehat tanpa kurang apapun.
Bhanu merasa terpanggil. Dia dengan senang hati menawarkan diri untuk mencarikan ibu pengganti bagi John-Summer. Apalagi jika honornya 5 lakh, sulit untuk ia tolak.
Pilihan kemudian jatuh pada Mimi. John-Summer langsung merasa sreg ketika melihat Mimi dengan lincahnya menari-nari dalam sebuah pertunjukkan. Mereka yakin Mimi bisa jadi ibu pengganti yang sempurna: tinggi, lincah, kuat dan cantik. Rahim Mimi pasti bisa menjadi tempat yang nyaman bagi bayi John-Summer.
Bhanu pun berusaha sekeras mungkin untuk membujuk Mimi agar mau jadi ibu pengganti untuk John-Summer. Awalnya Mimi bingung denga apa yang dijelaskan oleh Bhanu. Bagaimana mungkin ia bisa hamil tanpa berhubungan badan tetapi mengandung anak orang lain. Kebingungan Mimi segera sirna ketika Bhanu menjelaskan metode surogasi ini dengan analogi sewa ladang dan tawaran uang imbalan 20 lakh. Itu nilai uang yang bisa dipakai untuk membeli mimpinya.
Mimi lantas berkonsultasi dengan sahabatnya, Sharma. Setelah diskusi yang cukup panjang, akhirnya Shama mau menemani Mimi untuk menandatangani kontrak surogasi dengan John-Summer.
Kontrak disetujui. Mimi siap mengandung anak John-Summer selama sembilan bulan. Setelah uang diterima dan anak John-Summer dilahirkan, kontrak berakhir.
Mimi juga sudah merancang skenario supaya bisa menutupi kehamilannya selama 9 bulan itu dari orang tuanya. Mimi menginap di rumah Shama dan berpura-pura sebagai saudara sepupunya yang bercadar. Sedangkan Bhanu berpura-pura menjadi suami Mimi.
Semua berjalan lancar hingga akhirnya semua uang pembayaran kontrak lunas. Mimi siap melahirkan. Tapi nasib buruk memang tak bisa ditolak. John-Summer harus menerima kenyataan pahit saat tahu janin mereka yang ada di perut Mimi mengidap down syndrome. Hal itu sudah dibuktikan melalui sebuah tes. Summer sungguh sangat terpukul. Dia mendadak bligsatan meskipun John sudah meyakinkannya bahwa mereka pasti mampu merawat bayi itu nanti, apapun kondisinya. Summer sudah kepalang sedih, ia meminta pulang. Sehari kemudian, mereka berdua kabur, kembali ke Amerika Serikat.
Bhanu benar-benar tak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan masalah ini kepada Mimi. Dia juga marah dengan keputusan John-Summer yang seolah-olah merendahkan perjuangan Mimi sebagai ibu pengganti.
Mau tak mau, Mimi pada akhirnya tahu. Semua berjalan tak sesuai kontrak. Mimi terbakar amarah. Skenario yang selama ini dibuat dengan Shama buyar seketika. Semua orang tahu Mimi, si penari hebat itu, sedang hamil. Bhanulah yang nantinya memikul beban sebagai ayah dari janin itu.
Pada menit-menit awal, saya dibuat tertawa dengan beberapa adegan lucu dalam film ini. Jalinan ceritanya disusun dengan apik. Humor-humor diselipkan dengan kadar yang pas. Apalagi, lelucon soal isu-isu identitas juga ditampilkan dengan ciamik. Misalnya seperti ketika Bhanu yang harus berpura-pura menjadi seorang muslim saat mendampingi Mimi. Padahal Bhanu adalah penganut Hindu yang taat. Ada adegan lucu saat di mobil Bhanu masih tertempel sticker mantra untuk dewa. Bagian ini benar-benar membuat saya ngakak. Khas film India.
Cerita semakin menanjak ketika pintu konflik mulai terbuka. Yakni ketika kontrak Mimi dengan John-Summer seketika batal. Saya hanya menceritakan cerita film sampai di titik itu saja karena penonton akan disuguhi plottwist yang sebenarnya gampang ditebak.
Apapun itu, sebenarnya yang ingin ditawarkan Mimi ialah diskusi soal apa artinya menjadi ibu. Mimi seolah menyentil pemahaman kita selama ini tentang makna menjadi ibu yang terkadang dikecilkan sebagai orang yang mengandung janin saja. Lantas, siapakah ibu sebenarnya dalam film ini, Mimi atau Summer?
Menjadi ibu adalah pertaruhan hidup dan mati. Ia juga merupakan pengalaman yang bisa saja merampok kewarasan seseorang. Maka dari itu, wajar jika saya sebagai penonton akan dengan mudah menghakimi Summer bukanlah (calon) ibu yang baik. Dia hanya siap menjadi ibu jika anak yang ia lahirkan sempurna alias bersih dari cacat. Di sinilah kita mestinya bisa melakukan redefinisi tentang artinya menjadi ibu.
Saya tidak akan membocorkan bagaimana cerita film ini dipungkasi. Saya hanya akan menulis begini:
Ada jutaan orang yang tidak bisa mendapatkan momongan. Di antara banyak orang itu, ada yang memilih pasrah kepada suratan takdir, mungkin mereka masuk dalam golongan kaum childfree. Sedangkan beberapa orang lainnya, yang cukup punya uang, akan memilih metode kehamilan seperti surogasi. Sialnya, tak banyak yang siap untuk menjadi orang tua. Namun, yang paling mulia di antara mereka ialah orang-orang yang siap untuk menjadi rumah bagi anak yatim piatu yang membutuhkan orang tua.
Memiliki anak adalah pilihan. Childfree adalah pilihan. Tak bisa memiliki anak dan memilih untuk menjadi orang tua bagi anak yatim piatu adalah pilihan yang sungguh mulia.