Move to Heaven: Pesan Cinta Terakhir Para Almarhum
Dua bulan lalu, udara kita dibuat pengap oleh kabar duka yang terus berseliweran. Toa masjid, bendera kuning, ucapan belasungkawa di grup WA hingga status-status di media sosial. Kabar duka seperti berebut tempat dengan oksigen yang kita hirup.
Menyesakkan dan setiap orang harus rehat. Maka rasanya pilihan saya sudah tepat ketika memutuskan untuk menghibur diri dengan drama korea.
Saya menemukan jawabannya dalam serial Drama Korea berjudul ‘Move To Heaven’. Serial ini hanya 10 episode dan saya menuntaskan semuanya dalam waktu dua minggu. Saya menontonnya bulan Juli lalu. Rekor baru untuk sebuah serial drakor. Mungkin saya mampu melahap serial ini dengan cepat karena cerita pada setiap episode yang selalu menyisakan pertanyaan dan memantik rasa hangat di dada.
Orang barangkali akan bertanya-tanya, apakah ini serial detektif karena membuat orang penontonnya penasaran? Bukan.
Move to Heaven adalah nama sebuah perusahaan jasa pembersih jejak-jejak almarhum. Sebuah usaha jasa yang baru saya tahu karena film ini. Saya tak tahu apakah usaha seperti ini benar-benar ada di dunia nyata.
Secara garis besar, tugas Move to Heaven ini melayani klien yang ingin membersihkan ruangan seseorang yang baru saja meninggal dunia. Semua barang peninggalan almarhum dievakuasi dan ruangan itu dibersihkan. Perusahaan dijalankan oleh Geu-Ru dan ayahnya. Geu-Ru sendiri adalah anak penderita sindrom Asperger. Sindrom inilah yang membuatnya sukar bersosialisasi dengan orang lain.
Tetapi Geu-Ru sedikit beruntung, ia punya seorang ayah yang sangat mencintainya. Sang ayah bak seorang malaikat yang selalu menjaga Geu-Ru. Ayahnya yang membuat Geu-Ru bisa hidup teratur di tengah keterbatasannya. Termasuk mengajari Geu-Ru cara melakukan pekerjaan di Move to Heaven, dari mengawali doa sembari meminta izin pada arwah almarhum hingga memilah barang-barang peninggalan almarhum.
Melalui barang-barang peninggalan itulah, Geu-Ru diajari ayahnya untuk menemukan cerita sang almarhum selama hidupnya. Sejenis pesan terakhir yang mungkin belum terucapkan.
Lewat episode pertama, saya sudah disuguhi dengan cerita yang membuat air mata meleleh. Tanpa sadar pipi saya sudah basah. Geu-Ru dan ayahnya diminta untuk membersihkan kamar seorang anak kost yang meninggal usai mengalami kecelakaan di tempat bekerjanya. Kakinya tersangkut sebuah mesin di pabrik.
Lembaran cerita sang almarhum mulai terungkap. Ternyata, almarhum adalah anak semata wayang. Ia ingin bekerja dengan rajin agar bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Ia ingin memiliki karier yang bagus dan menabung untuk biaya kuliah. Namun harapannya pupus karena kecelakaan yang mestinya bisa dihindari.
Sang pemuda itu mengalami kecelakaan kerja karena tekanan atasan. Atasannya memaksa pemuda itu untuk memperbaiki mesin yang tak dirawat dengan baik. Harusnya perusahaan mau merogoh koceknya untuk biaya perawatan dan mengganti onderdil. Tapi apa yang bisa diharapkan dari para kapitalis degil?
Kedegilan sang atasan terungkap di rumah duka. Inilah adegan yang membuat saya menitikkan air mata: kedua orang tua anak muda itu bisu dan tuli. Sementara sang atasan dan rekan-rekannya justru tertawa terbahak-bahak, merasa tak perlu bertanggung jawab karena kedua orang tua pegawainya itu sulit untuk menuntut. Bagian adegan ini menerbitkan rasa haru sekaligus emosi. Ayah Geu-Ru jadi sosok pahlawan pada adegan ini.
Sayangnya, episode pertama sekaligus menjadi cerita terakhir bagi ayah Geu-Ru. Ayah Geu-Ru meninggal karena serangan jantung mendadak.
Namun, kematian ayah Geu-Ru sebetulnya justru menjadi pembuka jalan cerita. Sang ayah sudah mempersiapkan sebuah proposal hidup untuk Geu-Ru. Sang ayah menunjuk adiknya, Sang-Gu untuk menjadi wali anaknya. Semua sudah diatur dengan baik oleh pengacaranya.
Tapi penonton seolah dibuat heran dengan sosok Sang-Gu: dia seorang mantan narapidana dan kelakuannya jauh dari kata tertib. Sang-Gu adalah pria jorok dan urakan. Sifatnya yang jelas bertolak belakang dengan Geu-Ru.
Mau tak mau, Geu-Ru dan Sang-Gu harus melewati hari-hari Bersama untuk menjalankan Move To Heaven. Lambat laun, penonton akan dituntun menyingkap cerita lain dari sang paman urakan itu.
Selain mengandung ‘bawang’, menurut saya tiap episode dalam serial ini ingin memberikan kacamata lain kepada penontonnya dalam melihat kehidupan. Misalnya, soal sifat urakan Sang-Gu, kita yang tadinya sudah dilanda prasangka akan tahu bahwa setiap orang memiliki kebaikannya masing-masing. Manusia toh memang tak bisa ditaruh dalam kotak hitam putih.
Salah satu yang menarik bagi saya ialah ketika Geu-Ru menyebut Sang-Gu sebagai orang baik yang kebingungan saja. Ya, menurut saya istilah yang ‘boleh juga’. Tiap orang pada dasarnya baik, namun tak semua orang tahu jalan untuk menuju kebaikan itu.
Topik soal cinta juga menjadi isu utama dalam serial ini. Cinta orang tua kepada anak, cinta sesama jenis, hingga hubungan asmara beracun.
Dari semua topik-topik cinta itu, Move To Heaven seolah memberi tahu kita bahwa setiap orang — bahkan mereka yang sudah wafat — berhak menyampaikan cinta. Cinta terakhir yang terucapkan.